kreasipulung

DALAM KEMISKINAN ILMU MASIH ADA CATATAN GUNA MEROMBAK MITOS BODOH..........DAN BERPEGANG PADA AL FURQON DAN AL HADITS...

Sabtu, 24 Januari 2009

PON PES LIRBOYO KEDIRI




Sejarah Berdirinya

Lirboyo, semula hanya nama salah satu desa yang terletak di kecamatan 
Mojoroto kota Kediri. Tepatnya + 1 Km. arah utra terminal baru kota Kediri. 
Selain wingit, desa Lirboyo sangat rawan terjadi tindakan kriminal serta 
amoral. Singkat kata, Lirboyo masih jauh dari kenyamanan bagi penghuninya. 
Hal ini mendorong ki Lurahnya untuk mencari solusi. Akhirnya ki Lurah pun 
sowan kepada salah seorang Kiyai di desa Banjar Melati. Ia bernama Kyai 
Sholeh. Inti dari sowan tersebut adalah memohon agar Kyai Sholeh berkenan 
menempatkan salah satu santrinya di desa Lirboyo agar nantinya dapat 
membimbing masyarakatnya supaya lebih bermoral, da menjadi sebuah desa yang 
aman dan tentram.

Dengan tangan terbuka lebar, permintaan ki Lurah pun di terimanya. Maka, KH. 
Abdul Karim (waktu itu masih bernama Manab) yang merupakan salah satu 
menantu beliau segera ditempatkan di desa tersebut.

Dengan dibantu ki Lurah, Kyai Sholeh mendapatkan sebidang tanah dari salah 
seorang penduduk desa Lirboyo. Setelah membeli tanah seluas 1785 m2, Kyai 
Sholeh segera mempersiapkan asrama sederhana. Konon, setelah tanah tersebut 
diadzani, semalaman penduduk Lirboyo tidak dapat tidur mendengar makhluk 
halus lari tunggang langgang. Setelah selama tiga puluh lima hari menempati 
desa Lirboyo, KH. Abdul Karim mendirikan sebuah surau kecil nan sederhana 
yang terbuat dari bambu.


II. Santri Perdana dan Pondok Lama

Seorang pemuda dari Madiun bernama Umar datang ke Lirboyo untuk menimba ilmu 
dari KH. Abdul Karim. Satu demi satu santri berdatangan. Kira-kira setengan 
tahun sejak beliau menetap di Lirboyo, Kyai Sholeh berinisiatif untuk 
mendirikan sebuah pondokan. Pondokan inilah yang nantinya dikenal dengan 
sebutan Pondok Lama.




III. Lirboyo Kekinian

Hari demi hari senantiasa berganti. Demikian pula tahun demi tahun 
senantiasa terus berjalan. Pondokan KH. Abdul karim yang semula amat 
sederhana kian hari kian berkembang pesat. Santri yang semula hanya seorang 
saja kian hari semakin bertambah banyak. Pada saat sekarang (2006) santri 
Lirboyo mencapai + 9.060 Jumlah santri sekian tersebut ditampung dalam kamar 
sebanyak + 400 kamar.




a. Pendidikan Berorganisasi

Meskipun sebagai pesantren salaf, bukan berarti Pondok Pesantren Lirboyo 
sama sekali tidak mengajarkan pendidikan yang mengarah pada pengembanagn 
bakat para santri. Lirboyo masih membuka peluang dan memberikan pengajaran 
pada santrinya untuk berkembang lebih maju di berbagai bidang. Salah satu di 
antaranya adalah pendidikan berorganisasi (berjam'iyyah) yang ditangani oleh 
Seksie Pendidikan dan Penerangan. Dengan berbagai aktifitas di dalamnya, 
pendidikan organisasi ini bertujuan mengarahkan para santri agar kelak siap 
terjun di masyarakatnya. Diantara aktifitasnya adalah belajar berpidato, 
memimpin tahlil, khutbah jum'at, tajhiz mayit dan lain sebagainya.




b. Pendidikan Extra Kurikuler

Selain diajarkan pendidikan salaf dan berorganisasi, di Pondok pesantren 
Lirboyo juga diajarkan beberapa pendidikan lainnya. Diantaranyaadalah 
pendidikan komputer, bahasa Inggis dan Arab yang dikemas dalam bentuk 
kursus. Kegiatan ini tidak diwajibkan bagi seluuruh santri, melainkan hanya 
bagi santri yang berminat untuk mengikutinya.

Bukan hanya pendidikan komputer dan bahasa, para santri juga diberi 
kesempatan untuk belajar jurnalistik. Dengan pendidikan jurnalistik ini, 
diharapkan santri yang punya bakat tulis menulis dapat mendalaminya. Dalam 
hal ini Pondok Pesantren Lirboyo memberikan wadah berupa majalah bulanan 
MISYKAT (Media Informasi dan Masyarakat)

Selain itu, ada pendidikan ekstra lainnya yang bersifat temporer. 

Diantaranya kursus pertukangan, kursus perbengkelan dan lain sebagainya.

SYARAT PENDAFTARAN

Mendaftarkan diri ke kantor MHM setiap hari/jam kerja

Menyerahkan pas photo ukuran 3x4 sebanyak 4 lembar

Membayar uang pendaftaran sebesar Rp 10.000,-

Taat dan patuh atas keputusan Panitia


 
WAKTU PENDAFTARAN

Pendafataran dibuka mulai 13 Syawal sampai akhir Bulan Muharom


 
MATERI TEST MASUK

Kelas I Ibtidaiyah  
Tanpa Test

Kelas II Ibtidaiyah  
Test Tulis

- Tauhid ( Aqo’id 50 )

Test Lisan

- Fasholatan

Kelas III Ibtidaiyah  
Test Tulis

- Fiqh

- Tauhid

Test Lisan

- Testing Fasholatan ( Wudlu, sholat Fardlu, Sholat Rowatib, dan Mufassholat mulai surat An Nas sampai Al Quraisy )

Kelas IV Ibtidaiyah  
Test Tulis

- Qo’idah Natsar

- Nahwu ( ‘Awamil )

- Shorf ( Tasrif )

Test Lisan

- Testing Fasholatan ( Wudlu, sholat Fardlu, Shoolat Rowatib, dan Mufassholat mulai surat An Nas sampai At Takatsur )

Kelas I Tsanawiyah 
Test Tulis

- Nahwu ( Al ‘Imrithi )

- Shorof ( Al Maqsud )

Test Lisan

- Fasholatan ( Wudlu, sholat Fardlu, Shoolat Rowatib, dan Mufassholat mulai surat An Nas sampai As Syamsy )

- Hafalan Nadzom Al Fiyah Ibnu Malik 350 Bait

- Fiqh ( Membaca Fathul Qorib )

Kelas I Aliyah 
Test Tulis

- Balaghoh 

- Shorof 

Test Lisan 

- Fiqh ( Membaca Fathul Mu’in )

- Fasholatan (Wudlu, sholat Fardlu, Shoolat Rowatib, dan Mufassholat mulai surat An Nas sampai Al A’la)

- Hafalan Nadhom (‘Uqudul Juman 350 Bait)

Diposkan oleh AL FAQIR SEMAR PULUNG di 19:03 0 komentar 
SEJARAH PP LANGITAN
Lembaga pendidikan ini dahulunya adalah hanya sebuah surau kecil tempat pendiri Pondok Pesantren Langitan, KH. Muhammad Nur mengajarkan ilmunya dan menggembleng keluarga dan tetangga dekat untuk meneruskan perjuangan dalam mengusir kompeni (penjajah) dari tanah Jawa.

KH. Muhammad Nur mengasuh pondok ini kira-kira selama 18 tahun (1852-1870 M), kepengasuhan pondok pesantren selanjutnya dipegang oleh putranya, KH. Ahmad Sholeh. Setelah kira-kira 32 tahun mengasuh pondok pesantren Langitan (1870-1902 M.) akhirnya beliau wafat dan kepengasuhan selanjutnya diteruskan oleh putra menantu, KH. Muhammad Khozin. Beliau sendiri mengasuh pondok ini selama 19 tahun (1902-1921 M.). Setelah beliau wafat matarantai kepengasuhan dilanjutkan oleh menantunya, KH. Abdul Hadi Zahid selama kurang lebih 50 tahun (1921-1971 M.), dan seterusnya kepengasuhan dipercayakan kepada adik kandungnya yaitu KH. Ahmad Marzuqi Zahid yang mengasuh pondok ini selama 29 tahun (1971-2000 M.) dan keponakan beliau, KH. Abdulloh Faqih

Perjalanan Pondok Pesantren Langitan dari periode ke periode selanjutnya senantiasa memperlihatkan peningkatan yang dinamis dan signifikan namun perkembangannya terjadi secara gradual dan kondisional. Bermula dari masa KH. Muhammad Nur yang merupakan sebuah fase perintisan, lalu diteruskan masa KH. Ahmad Sholeh dan KH. Muhammad Khozin yang dapat dikategorikan periode perkembangan. Kemudian berlanjut pada kepengasuhan KH. Abdul Hadi Zahid, KH. Ahmad Marzuqi Zahid dan KH. Abdulloh Faqih yang tidak lain adalah fase pembaharuan.

Dalam rentang masa satu setengah abad Pondok Pesantren Langitan telah menunjukkan kiprah dan peran yang luar biasa, berawal dari hanya sebuah surau kecil berkembang menjadi Pondok yang representatif dan populer di mata masyarakat luas baik dalam negeri maupun manca negara. Banyak tokoh-tokoh besar dan pengasuh pondok pesantren yang dididik dan dibesarkan di Pondok Pesantren Langitan ini, seperti KH.Kholil Bangkalan, KH. Hasyim Asy'ari, KH. Syamsul Arifin (ayahanda KH. As’ad Syamsul Arifin) dan lain-lain.

Dengan berpegang teguh pada kaidah “Al-Muhafadhotu Alal Qodimis Sholeh Wal Akhdu Bil Jadidil Ashlah” (memelihara budaya-budaya klasik yang baik dan mengambil budaya-budaya yang baru yang konstruktif), maka Pondok Pesantren Langitan dalam perjalanannya senantiasa melakukan upaya-upaya perbaikan dan kontektualisasi dalam merekonstruksi bangunan-bangunan sosio kultural, khususnya dalam hal pendidikan dan manajemen.

Usaha-usaha ke arah pembaharuan dan modernisasi memang sebuah konsekwensi dari sebuah dunia yang modern. Namun Pondok Pesantren Langitan dalam hal ini mempunyai batasan-batasan yang kongkrit, pembaharuan dan modernisasi tidak boleh merubah atau mereduksi orientasi dan idealisme pesantren.Sehingga dengan demikian Pondok Pesantren Langitan tidak sampai terombang-ambing oleh derasnya arus globalisasi, namun justru sebaliknya dapat menempatkan diri dalam posisi yang strategis, dan bahkan kadang-kadang dianggap sebagai alternatif.
Lokasi pondok berada kira-kira empat ratus meter sebelah selatan ibukota Kecamatan Widang, atau kurang lebih 30 km sebelah selatan ibukota Kabupaten Tuban, juga berbatasan dengan Desa Babat kecamatan Babat Kabupaten Lamongan dengan jarak kira-kira satu kilo meter. Dengan lokasi yang setrategis ini Pondok Pesantren Langitan menjadi mudah untuk dijangkau melalui sarana angkutan umum, baik sarana transportasi bus, kereta api, atau sarana yang lain. Adapun nama Langitan itu adalah merupakan perubahan dari kata Plangitan, kombinasi dari kata plang (jawa) berarti papan nama dan wetan (jawa) yang berarti timur. Memang di sekitar daerah Widang dahulu, tatkala Pondok Pesantren Langitan ini didirikan pernah berdiri dua buah plang atau papan nama, masing-masing terletak di timur dan barat. Kemudian di dekat plang sebelah wetan dibangunlah sebuah lembaga pendidikan ini, yang kelak karena kebiasaan para pengunjung menjadikan plang wetan sebagai tanda untuk memudahkan orang mendata dan mengunjungi pondok pesantren, maka secara alamiyah pondok pesantren ini diberi nama Plangitan dan selanjutnya populer menjadi Langitan. Kebenaran kata Plangitan tersebut dikuatkan oleh sebuah cap bertuliskan kata Plangitan dalam huruf Arab dan berbahasa Melayu yang tertera dalam kitab “Fathul Mu’in” yang selesai ditulis tangan oleh KH. Ahmad Sholeh, pada hari Selasa 29 Robiul Akhir 1297 Hijriyah.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda